Semakin lama aku beradu tatap, aku semakin asing dengan diriku, yang kemudian muncul pertanyaan, "Siapa Aku?" Entah mengapa tiba-tiba pertanyaan itu muncul hingga membekas ketika sedang melakukan apapun. Sial, aku melupakan kopi hitamku yang tergeletak di meja. Kepul asapnya sudah tidak terlihat. Tanda kalau kopi itu sudah tidak panas. Meneguk kopi yang sudah tidak lagi panas, rasanya membuat diri ini yang kelabu semakin lengkap.
Barangkali kebanyakan manusia tidak sadar bahwa dirinya sudah berada di titik yang membawanya untuk seringkali berpikir dan bertindak. Bukan lagi memelas dan memanjakan diri pada belas kasih ibu dan ayah. Iya, itu aku. Aku sedang berada di fase ketidaksadaran itu. Waktu itu, sambil terus mencari jawaban "Siapa aku?"
Waktu adalah yang paling bijaksana. Satu persatu apa yang dikerjakan terangkai menjadi sebuah peristiwa atau familiar disebut dengan pengalaman. Dari pengalaman yang terbentuk itulah aku tersadarkan. Bahwa aku hanya segelintir partikel kecil di muka bumi. Bukan penguasa apalagi merampas kuasa. Itu artinya, ada banyak partikel yang bersaing mencari posisi, kehidupan yang bermartabat, dan ruang bernafas yang segar.
Partikel-partikel itu tidak ada apa-apanya dengan alam jagat raya, yang memberinya tempat untuk berlindung, sumber bertahan hidup, dan keberlangsungan ekosistem dari berbagai sektor. Aku semakin sadar. Aku bukanlah makhluk yang mampu untuk menjalani kehidupan ini sendirian. Aku bukanlah makhluk yang kuat melewati berbagai macam cobaan dan tantangan kehidupan ini seorang diri.
Aku hanya hamba yang membutuhkan tuhan. Tanpa-Nya, aku sebagai hamba, bukanlah apa-apa.
Komentar
Posting Komentar