Maulana Jalaluddin Rumi Muhammad bin Hasin al Khattabi al-Bakri (Jalaluddin Rumi) atau sering pula disebut dengan nama Rumi. Rumi adalah seorang penyair sufi yang lahir di Balkh (sekarang Samarkand) pada tanggal 6 Rabiul Awwal tahun 604 Hijriah, atau tanggal 30 September 1207 Masehi. Ayahnya masih keturunan Abu Bakar, bernama Bahauddin Walad. Sedangkan ibunya berasal dari keluarga kerajaan Khwarazm. Ayah Rumi seorang cendekia yang saleh, ia mampu berpandangan ke depan, seorang guru yang terkenal di Balkh. Saat rumi berusia tiga tahun, karena terancam oleh serbuan Mogol, keluarganya meninggalkan Balkh melalui Khurasan dan Suriah, sampai ke provinsi Rum di Anatolia tengah yang merupakan bagian dari Turki sekarang. Mereka menetap di Qonya, ibu kota provinsi Rum.
Dalam pengembaraan
dan pengungsiannya tersebut, keluarganya sempat singgah di kota Nishapur yang
merupakan tempat kelahiran penyair dan ahli matematika Omar Khayyam. Di kota
ini Rumi bertemu dengan Attar yang meramalkan si bocah pengungsi ini kelak akan
masyhur yang akan menyalakan api gairah ketuhanan.
Tahun 1244 M,
Rumi bertemu dengan Syekh spiritual lain, Syamsuddin dari Tabriz yang
mengubahnya menjadi sempurna dalam ilmu tasawuf. Setelah Syamsuddin wafat, Rumi
kemudian bertemu dengan Husamuddin Ghalabi dan mengilhaminya untuk menuliskan
pengalaman spiritualnya dalam karyanya monumentalnya Matsnawi-ye Ma’nawi. Ia
mendiktekan karyanya tersebut kepada Husamuddin sampai akhir hayatnya pada
tahun 1273 M.
Kumpulan puisi
Rumi yang terkenal bernama al-Matsnawi al-maknawi konon adalah sebuah revolusi
terhadap ilmu kalam yang kehilangan semangat dan kekuatannya. Isinya juga
mengkritik langkah dan arahan filsafat yang cenderung melampui batas mengebiri
perasaan dan mengkultuskan rasio. Diakui bahwa, puisi Rumi memiliki ciri khas tersendiri
dibandingkan para sufi penyair lainnya. Melalui puisi-puisinya Rumi
menyampaikan bahwa pemahaman atas dunia hanya mungkin didapat lewat cinta,
bukan semata-mata lewat kerja fisik. Dalm puisinya Rumi juga menyampaikan bahwa tuhan sebagai satu-satunya tujuan tidak
ada yang menyamai.
Ciri khas lain
yang membedakan puisi rumi dengan karya sufi penyair lain adalah seringnya ia
memulai puisinya dengan menggunakan kisah-kisah. Tapi hal ini bukan dimaksud ia
ingin menulis puisi naratif. Kisah-kisah ini digunakan sebagai alat pernyataan
pikiran dan ide. Banyak dijumpai berbagai kisah dalam puisi Rumi yang tampaknya
berlainan namun nyatanya memiliki kesejajaran makna simbolik. Beberapa tokoh
sejarah yang ia tampilkan bukan dalam maksud kesejarahan, namun ia
menampilannya sebagai imaji-imaji simbolik. Tokoh-tokoh semisal Yusuf, Musa,
Yakub, Isa dan lain-lain ia tampilkan sebagai lambang dari keindahan jiwa yang
ma’rifat. Dan memang tokoh-tokoh tersebut terkenal sebagai pribadi yang
diliputi oleh cinta ilahi.
Jalaluddin Rumi
telah menjadi sufi berkat pergaulannya dengan Tabriz. Kesedihannya berpisah dan
kerinduannya untuk berjumpa lagi dengan gurunya itu telah ikut berperan
mengembangkan emosinya, sehingga ia menjadi penyair yang sulit ditandingi. Guna
mengenang dan menyanjung gurunya itu, ia tulis syair-syair yang himpunannya
kemudian dikenal dengan nama Divan-i Syams-i Tabriz. Ia bukukan pula
wejangan-wejangan gurunya dan buku itu dikenal dengan nama Maqalati Syams
Tabriz.
Komentar
Posting Komentar